Visual Storytelling mungkin hal yang baru bagi sebagian orang. Terlebih lagi dalam konteks dunia marketing. Seiring dengan perkembangan teknologi yang bergerak ke arah digital, saat ini berbagai hal mulai terpapar kebutuhan akan visual baik fotografi, desain grafis, infografis hingga video. Dalam dunia marketing saat ini, disadari atau tidak visual menjadi salah satu senjata penting dalam proses pemasaran. Bukan hanya sekedar menunjukkan produk namun sebagai sarana komunikas untuk menunjang bisnis yang dijalankan.
Dalam konteks marketing sendiri, menurut Shlomi Ron, Co-Founder dari Visual Storytelling Institute, visual storytelling berarti strategi pemasaran yang memanfaatkan narasi yang menarik, dengan melibatkan audiens menjadi bagian dari cerita tersebut dan memberikan pengalaman media visual yang emosional. Strategi dengan melibatkan audiens dalam materi promosi saat ini dirasa menjadi cara yang tepat untuk meningkatkan engagement audiens dengan produk atau jasa yang diberikan.
Dalam Visual Storytelling ini, ada 4 hal utama yaitu authenticity, sensory, relevancy, dan archetype. Keempat elemen ini menjadi hal yang mendukung tujuan untuk meraih ikatan emosional dengan audiens.
Authenticity
Sama seperti kebutuhan dalam narasi yang mengedapankan karakteristik penulis dalam merangkai kata dan menjalin emosi dengan pembacanya, menampilkan keaslian dan kekhasan dalam visual juga menjadi hal penting. Tidak hanya menunjukkan well-prepared image atas produk atau jasa kita, tetapi juga memberikan gambaran slice-of-life yang berhubungan dengan produk atau jasa. Salah satunya dengan menunjukkan hubungan produk atau jasa kita dengan kehidupan. Dengan mengedapkan keaslian dan kesan yang dekat dengan pelanggan atau audiens, membuat pelanggan atau audiens terlibat dalam pengalaman tersebut menjadi cara yang efektif untuk menjalin ikatan emosional.
Sensory
Dalam dunia digital saat ini, dengan beragam visual yang sehari-hari selalu kita temukan baik melalui media sosial atau media massa pada umumnya, kerap kali membuat kita hanya sekedar menggulir gambar yang kita lihat tanpa benar-benar memahami maknanya. Bila ditilik lebih dalam lagi, visual yang mampu membuat kita berhenti menggulir adalah visual dengan konten yang mendalam. Tidak hanya sekedar indah, bagus dan menarik namun sebuah gambaran visual yang merangsang seluruh indera kita. Sebuah gambar yang mampu membuat kita membayangkan semilir angin, hangatnya sinar matahari atau kehangatan bersama keluarga. Sudah saatnya kita memutus sajian visual yang hanya indah, inspirasikan nilai dalam bisnis dengan memberikan ikatan emosional yang tidak hanya terasa dekat dengan pengalaman kehidupan namun juga mampu merangsang indera kita bekerja untuk ikut ‘merasakan’ momen tersebut.
Relevancy
Unsur terpenting dari sebuah cerita adalah kedekatan dengan pengalaman. Tanpa membuat audiens merasakan ‘pernah merasakan hal tersebut’ kecil kemungkinan untuk membagikan pesan dengan kesan yang diinginkan. Untuk itu, mengenal dengan baik audiens adalah hal yang penting. Tidak hanya sekedar mengenali dengan mengetahui apa hal yang disukai namun memiliki nilai yang sama hingga membagikan membagikan nilai yang sama. Dengan narasi tertulis yang dipersonalisasikan dengan karakter audiens dan visual yang berhubungan dengan kehidupan audiens bisa menjadi cara untuk meraih perhatian dan meningkatkan ikatan dengan audiens.
Archtype
Elemen ini membahas mengenai pentingnya karakter atau pola dasar dalam cerita yang disampaikan. Elemen ini akan terbentuk sebagai hasil dari memahami karakter audiens dan ikatan dengan audiens yang memiliki nilai yang sama. Dalam praktiknya, dengan visual storytelling siapa saja bisa menikmati cerita yang kita bagikan namun dengan memiliki karakter dan pola dasar yang sama dengan audiens akan membuat bisnis kita menjadi bisnis yang paling diingat.
Keempat pilar dalam visual storytelling ini secara lugas memposisikan audiens menjadi bagian dari cerita yang kita bagikan. Secara sempit, untuk dunia marketing berarti pelanggan kita menjadi bagian yang tidak terpisah dari produk atau jasa yang kita berikan. Pelanggan tidak hanya menjadi orang yang membeli barang atau memakai jasa kita namun orang-orang yang memiliki cerita dan nilai yang sama dengan kita sebagai sebuah bisnis. Kekuatan pemasaran dalam visual storytelling ini adalah membangun ikatan dengan pelanggan. Melibatkan pelanggan dan memposisikan kebutuhan pelanggan menjadi hal yang utama. Dengan keadaan visual-oriented saat ini, hubungan antara pelanggan dengan bisnis bukan lagi soal kebutuhan atau fungsi dari produk/jasa namun juga ikatan bisnis dengan kehidupan mereka.